Minggu, 15 Januari 2012

Tokoh Filsafat: Immanuel Kant


PEMIKIRAN IMMANUEL KANT


A.    Biografi Singkat Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 di kota Konigsberg di Prussia Timur. Dan wafat pada tahun 1804.[1] Ayahnya seorang pembuat pelana. Latar belakang keluarganya sangat religious, dan keyakinan agamanya sendiri menjadi latar belakang penting bagi filsafatnya dikemudian hari. Kant 
Semula kant dipengaruhi oleh rasionalisme Leibinz dan Wolff, kemudian ia dipengaruhi empirisme Hume, selain juga Nampak pula pengaruh Rousseau. Dalam tulisan-tulisan Kant paling awal, ia cenderung pada metafisika rasionalistik. Awal pemikirannya Kant terpengaruhi oleh aliran “pietisme[2] dari ibunya. Kant sendiri menulis bahwa empirisme Hume telah membangunkannya dari tidur “Dogmatisnya”[3]. Hume telah mendestruksikan anggapan filsafat sebelumnya bahwa paham-paham seperti substansiatau sebab dapat ditemukan dalam realitas empiris.
Dalam proyek pemikirannya, Kant hendak membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan membangun secara baru. Filsafat Kant menjadi “Kritisisme” yang dilawankan dengan seluruh filsafat sebelumnya yang ditolaknya yaitu sebagai dogmatisme. Kant adalah filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analitis dan tajam memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistemologi, metafisika dan etika.[4]
B.     Epistemologi Kant
Kaum rasionalis percaya bahwa dasar dari seluruh pengetahuan manusia ada dalam pikiran. Sedangkan kaum empirisis percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari pencerahan indrawi. Kedua pandangan ini menurut kant benar sebagian dan salah sebagian. Jadi baik “indra” maupun “akal” sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia. Kant berpendapat bahwa seluruh ide dan konsep manusia bersifat ‘apriori’[5], sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep itu hanya dapat di aplikasikan apabila ada pengalaman. Dengan kata lain bahwa akal budi manusia hanya dapat berfungsi apabila dihubungkan dengan pengalaman.
Dalam titik tolaknya Kant setuju dengan Hume dan kaum empitris bahwa seluruh pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra. Sealin itu Kant juga mendukung kaum rasionalis bahwa dalam akal juga terdapat factor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar. Dengan kata lain, ada kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran manusia yang ikut menetukan konsepsi kita tentang dunia. Apapun yang kita lihat pertama-tama akan dianggap sebagai fenomena waktu dan ruang. Kant menyebut waktu dan ruang itu dua bentuk intuisi kita. Dan Kant menekankan bahwa kedua bentuk ini dalam pikiran kita mendahului setiap pengalaman. Selanjutnya kant memandang bahwa waktu dan ruang termasuk pada kondisi manusia. Waktu dan ruang pertama-tama dan terutama adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik.
Kant pernah mengatakan bahwa ia mengusahakan suatu revolusi dalam filsafat yang ia namakan revolusi kopernikan, artinya suatu revolusi yang dapat dibandingkan dengan perubahan revolusioner yang diadakan oleh Copernicus dalam bidang astronomi. Para filsuf dahulu mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa si subyek mengarahkan diri ke obyek. Kant mau mengerti obyek dengan berpangkal dan bertolak dari anggapan bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Kant memperlihatkan bahwa pengenalan berpusat pada subyek dan bukan obyek. Disinilah peran subyek yang berpikir.
Pikiran manusia menurut Kant bukanlah pasif yang hanya menerima fenomena dari luar. Dalam hal berpikirnya manusia tidak semata-mata menerima kesan-kesan indrawi tetapi juga membuat keputusan tentang apa yang kita alami. Kant mengatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak,
1.      Pertama, adalah fakultas atau daya penerimaan kesan-kesan indrawi (sensibility). Fakultas ini berfungsi menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan apriori-intuisi ruang dan waktu[6].

2.      Kedua, adalah fakultas pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan indrawi yang didapat melalui fakultas pertama. Fakultas ini berfungsi sebagai memasak artinya ia menyatukan dan mensistesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerimaan kesan-kesan indrawi untuk selanjutnya diputuskan.
Kedua fakultas tersebut saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas pemahaman dibantu oleh apa yang disebut dengan kategori apriori. Pentingnya kategori adalah sebagai syarat apriori yang memungkinkan suatu keputusan tentang obyek. Yang dimaksud kategori-kategori adalah bentuk-bentuk yang berbeda-beda, yang didalamnya aku transcendental adalah aku sejauh ia merupakan syart bagi kesatuan pengetahuan dan ia sendiri bersifat tidak bersyarat atau mutlak.
Setiap tindakan diiringi oleh gagasan: aku berpikir. Kant menyebutnya aku empiri. Kant sekaligus menerima aku kesadaran dan aku empiri untuk membangun suatu pengetahuan baru. Persepsi kant tentang dua dunia, yaitu dunia fenomena (gejala) dan noumena (inti) kant harus mengakui bahwa “Aku-kesadaran” ternyata juga memiliki batas kemampuannya dalam menangkap noumena itu tadi, karena inti dari sesuatu (misalnya Tuhan, jiwa) tidak dapat dikenal. Akhinya berusaha dijawab oleh seorang filsuf muslim Mohammad Iqbal dalam Recontruction of Religious Thought in Islam.  Kant telah menunjukkan jalan terbuka untuk membangun suatu proses subyektifikasi dan obyektivikasi pengetahuan agar masing-masing pengetahuan tidak menjadi buta dan berat sebelah. Seperti yang dinyatakan oleh Kant bahwa: “pemikiran tanpa intuisi adalah kosong, sedangka intuisi tanpa konsep adalah buta”. Akhirnya filsafat kant disebut “filsafat kritis” karena kant tidak membenarkan rasio semata-mata dalam memahami realitas pada dirinya melainkan Kant mengungkapkan tentang keterbatasan yang dimiliki rasio hanya sampai pada dunia pengindraan.
Dalam filsafat Transendental Kant telah berhasil memodifikasi tradisi metafisika yang  mengkonsentrasikan diri pada obyek (what is reality) menjadi epistemology (how do I know) dengan melakukan penyelidikan terhadap daya pemikiran manusia. Penyelesaian kant, sekalipun tidak tuntas, namun ia telah memberikan suatu cara bagaimana ilmu bekerja. Menurutnya ilmu bekerja harus memnuhi syarat obyektif mupun subyektif. Syarat obyektif memberikan isi (pengetahuan empiris) sedangkan syarat subyektif memberikan bentuk (pengetahuan murni) pada struktur ilmu pengetahuan.
Terdapat dua unsure yang memberikan sumbangan pada pengetahuan manusia:
1.      Kodisi lahiriah yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya melalui indra kita, ini disebut materi pengetahuan.
2.      Kondisi batiniah dalam diri manusia sendiri seperti persepsi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu dan ruang dan sebagai proses-proses yang sejalan dengan hokum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini disebut bentuk pengetahuan.
Kant percaya bahwa ada batasan-batasan yang jelas bagi apa yang dapat kita ketahui. Kaca mata pikiran itulah yang menetapkan batasan-batasan itu tadi.
Para filsuf sebelum Kant telah membicarakan tentang berbagai pertanyaan yang disebut oleh para posmodermis sebagai wacana narasi besar, yaitu tentang apakah manusia mempunyai jiwa yang kekal, apakah ada satu Tuhan, dan lainnya. Dalam pertanyaan sebesar itu, kant percaya bahwa akal bekerja diluar batasan dari apa yang dapat dipahami sebagai manusia. Dan kant menolak bukti-bukti tentang misalnya: keberadaan Tuhan melalui rasio (akal) maupun pengalaman (empiric). Akal dan pengalaman menurutnya tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Halini hanya dapat didekati melalui pendekatan iman (belief).[7]
C.    Kritik Immanuel Kant terhadap Metafisika Barat
            Tradisi Metafisika[8] Barat sejak Pra-sokrates hingga zaman modern telah terjebak kedalam pengabsolutan kebenaran suatu pengetahuan yaitu, tentang kemampuan rasio (akal) manusia untuk mencapai realitas sesungguhnya.
Dalam bahasa kaum Posmodermis Hume dan Kant ingin mempertanyakan kembali tentang wacana-wacana metafisik yang selalu bergulat dengan narasi besar (grand naration). Gagasan Metafisis misalnya tentang Tuhan , esensi, substansi, hakiki, ruh, manusia dan yang lain sebagainya sulit diterima karena bersifat apriori, artinya tidak bisa dirujuk kepada pengalaman indrawi. Kant tidak berhenti pada penolakan Hume melainkan ia tetap mempertanyakan bagaimana pengetahuan apriori tetap mungkin  dan dapat diterima. Kant akhirnya menganggap bahwa ia bertugas untuk mereformasi tradisi metafisika barat yang sudah ada, sehingga dalam pemikiran etikanya, Kant menganggap bahwa metafisika berperan sebagai penjamin moralitas.
Kant pertama-tama mengemukakan adanya dua tipe keputusan, yaitu keputusan sintetik dan analitik. Keputusan, menurut Kant adalah operasi pikiran yang menghubungan antara subyek dan predikat dimana predikat menerangakan subyek. Sedangkan keputusan sintetik adalah nama lain yang diberikan Kant bagi pengetahuan bedasarkan pengamatan aktual (matter of fact) Hume. Dapat disimpulkan bahwa Kant sekaligus menerima baik keputusan sintetik apriori maupun keputusan sintetik aposteriori.
Gagasan-gagasan Kant dimunculkan oleh adanya pertentangan yang timbul dari pemikiran metafisis Jerman, seperti yang dikembangkan oleh para pengikut Wolf dan empirisme inggris yang bermuara dalam pemikiran Hume. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai suatu penyadaran atas  kemampuan-kemampuan rasio secara obyetif dan menentukan batas-batas kemampuannya, sekaligus memberi tempat kepada iman (kepercayaan). kembali kemasalah pengertian, secara tradisional pengertian dipahami mirip dengan fotografi: apa yang ada dalam kenyataan, lepas dari apakah kita mengetahuinya atau tidak, dicerminkan dalam pengertian kita. Kebenaran sebagai penyesuaian diri pengertian terhadap realitas. Namun, menurut Kant paham tersebut salah. Yang betul adalah bahwa pengertian kita menyesuaikan realitas dengan dirinya.
Salah satu kesimpulan dari revolusi pemikiran itu adalah bahwa menurut Kant pengetahuan dalam arti yang sesungguhnya hanya mungkin dalam bidang indrawi. Ini karena hanya dapat dalam bidang itu ada kaitan dengan realitas sendiri meskipun hanya dalam bentuk yang telah “diterjemahkan” kedalam “bahasa” apriori pengertian kita. Ada dua macam paham bukan-indrawi:
1.      paham-paham “substansi” dan “sebab-akibat”. Peham-paham itu hanyalah “kategori” rasio alat kerja rasio untuk dapat “menangani” objek-objek indrawi.
2.      paham-paham substansial seperti tentang jiwa, dunia dan Tuhan, dan juga “aku”.
Paham-paham tersebut tidak memuat pengertian objektif apapun, melainkan dibentuk sebagai syarat-syarat apriori agar obyek-obyek indrawi dapat kita tempatkan dalam suatu cakrawala pengertian. Kant membedakan antara akal (verstand) dan rasio atau budi (vernunft) . yang dimaksud dengan rasio atau budi adalah daya pencipta pengertian-pengertian murni atau pengertian-pengertian mutlak, yang tidak diberikan oleh pengalaman. pengertian-pengertian dari rasio, yang disebut idea, adalah pengertian-pengertian yang mengatasi pengalaman, pengalaman-pengalaman yang mengatasi realitas yang mengatasi penggalaman (Kant membagi tiga idea trasedental, yaitu idea psikologis (jiwa), idea dunia, dan idea tentang tuhan).pengertian-pengertian rasio tidak memiliki nilai konstitutif bagi daya pengenalan manusia artinya: idea-idea tidak memperbanyak pengetahuan kita dan tidak menambah pengetahuan baru. Oleh karena itu, idea-idea jauh dari kenyataan obyektif.  Jadi, keadaanya berbeda dengan kategori-kategori yang ada sangkut-pautnya dengan kenyataan obyektif. Sedangkan kategori-kategori dikaitkan dengan gagasan hal-hal yang nyata (fenomena).[9]

D.    ETIKA
Etika merupakan bagian dari aksiologi, yakni kajian filsafat tentang nilai. Nilai adalah suatu kualitas yang kita berikan kepada sesuatu (objek) sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak bernilai.[10]
Dalam bidang filsafat moral (etika) Kant tentang kesadaran moral adalah fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek indrawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi-indrawi. Sumber moralitas terletak dalam otonomi, dalam hukum yang diberikan oleh kehendak sendiri. Sehingga sumber moralitas menurut Kant tidak lain adalah kebebasan yang oleh Kant diberi pendasaran filosofis yang baru.
Metode yang digunakan Kant dalam filsafat etika adalah murni apriori. Apriori disini berarti tanpa mempergunakan data-data realitas. Jadi metode Kant adalah murni deduktif, tanpa perhatian kepada unsur-unsur pengalaman empiris. Menurut Kant, prinsip-prinsip moralitas tidak tergantung pada pengalaman sama sekali sehingga disebut murni apriori. Salah satu paham yang digunakan Kant adalah akal budi. Akal budi adalah kemampuan untuk mengatasi medan alam. Akal budi itu murni apabila ia bekerja tanpa penentuan oleh unsure-unsur empiris dari medan pancaindra, jadi secara tidak tergantung pada pengalaman dan factor-faktor empiris. Akal budi mengenai pengertian adalah akal budi teoritis, sedangkan akal budi yang mengenai tindakan adalah akal budi praktis. Terdapat perbedaan besar antara kedua akal budi murni itu. Kant menolak yang teoritis, menurutnya tidak ada pengertian teoritis sah yang tidak berdasarkan pengertian indrawi. Sebaliknya dalam tindakan hanyalah akal budi praktis murni, jadi yang tidak bersyaratkan data-data empiris yang dapat menemukan prinsip-prinsip moral. Akal budi praktis adalah kemampuan untuk memilih tindakan tanpa segala penentuan indrawi. Jadi akal budi praktis adalah kemampuan (manusia) untuk bertindak tidak menurut hokum alam yang sudah ada. Cirri khasnya adalah kebebasan. Jadi dapat dikatakan bahwa Kant mengembangkan prinsip etikanya dari paham akal budi praktis.
Kant pertama-tama mengandaikan yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja, baik secara mutlak. Prinsip kant adalah syarat kebaikan berbagai sifat yang ada pada manusia harus dimulai dari ‘kehendak baik’[11]. Namun manusia bukan roh murni. Ia juga makhluk alami.ia juga merasakan dorongan dan tarikan hawa nafsu, emosi dan sebagainya.jadi, tindakan rasional- tindakan menurut tuntutan akal budi ada saingannya, yaitu tindakan yang menyesuaikn diri dengan segala macam kondisi indrawi alami. Manusia tidak hanya tertarik untuk berbuat yang baik, tapi juga tertarik untuk melakukan penyimpangan atau berbuat jahat. Itulah sebabnya akal budi praktis menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Secara lahiriah ada kesesuaian antara kehendak dan kewajiban, tetapi secara batin segi kewajiban tidak memainkan peranan. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban itulah kehendak yang tanpa pembatasan. Itulah yang disebutkan Kant “moralitas”. Menurut Kant, yang membuat perbuatan manusia menjadi baik dalam arti moral bukanlah hasil yang ingin dicapai oleh si pelaku, melainkan apakah kehendak pelaku ditentukan semata-mata oleh kenyataan bahwa perbuatan itu merupakan kewajibannya. Jadi etika Kant, bukan etika “asal maksud baik”, maksud itu tidak mungkin baik kalau tidak mau diterjemahkan ke dalam tindakan nyata- lahiriah sekuat tenaga.
Kant mengatakan bahwa perbedaan antara benar dan salah masalah akal bukan perasaan. Dalam hal ini ia setuju dengan kaum rasionalis yang mengatakan bahwa kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan salah itu melekat dalam akal manusia. Sehingga disinilah peran akal praktis, suatu kecerdasan yang member kita kemampuan untuk menyaring dan memahami apa yang benar dan mana yang salah dalam setiap persoalan.
Kewajiban moral Kant sering ia sebut dengan Imperatif Kategoris, yaitu Kant memulainya dengan suatu kalimat perintah yang berbunyi: “bertindaklah secara moral!”. Kant memakai kata imperatif atau perintah bukan bagi segala macam permintaan atau komando, melainkan untuk mengungkapkan sebuah keharusan (sollen). Perintah dalam arti adalah rasional. Keharusan imperatif kategoris adalah keharusan yang tidak bersyarat, melainkan mutlak. Dengan demikian, imperatif kategoris berubah bentuknya menjadi: “bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau memakai umat manusia, baik dalam pribadimu, maupun dalam pribadi setiap orang lain, selalu juga sebagai tujuan, tidak pernah hanya sebagai sarana”. Disiilah kant menekankan adanya otonomi manusia dalam menentukan kebebasannya. Kant menamakan hal ini dengan otonomi akal budi praktis murni, yang merupakan satu-satunya azas moralitas.
Kenyataan kesadaran moral mengimplikasikan bahwa kita betul-betul berkehendak bebas. Artinya, kita dapat mengambil sikap dan tindakan lepas dari segala macam dorongan, rangsangan, emosi dan sebagainya. Kecuali kebebasan, moralitas, menurut kant mengimplikasikan dua postulat lagi, yaitu imortalitas jiwa dan eksistensi Tuhan. Atau dengan kata lain, kenyataan moralitas hanyalah mungkin apabila diandaikan bahwa jiwa manusia tidak dapat mati dan apabila Tuhan betul-betul ada. Kant berpendapat bahwa logika manusia tidak dapat membawa keyakinan manusia tentang adanya Tuhan aka tetapi perasaanlah yang dapat menegaskan dengan jelas bahwa Tuhan itu ada. Kant juga mengemukakan argumen moral untuk mendukung adanya keabadian jiwa setelah kematian. Menurutnya, setiap manusia memperjuangkan ide-ide moril yang tinggi. Dengan binasanya seseorang, tidak semua kesempurnaan moril tercapai. Karena tujuan moril tidak tercapai seluruh di dunia, maka tentu mustahil manusia dipaksakan untuk mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan tersebut hanya dapat dicapai kalau kelangsungan hidup yang sekarang. Menurut Kant keabadian jiwa adalah syarat lazim bagi kesempurnaan moral.
Penekanan Kant terhadap kebebasan atau otonomi manusia merupakan nilai yang berupa syarat bagi kebernilaian semua nilai lainnya. Tanpa menghormati otonomi hati manusia makhluk yang dikaruniai akal budi dan kehendak bebas oleh Tuhan, sikap dan kebaikan apapun terhadap manusia itu tidak baik. Inilah barangkali sumbangan terbesar Kant. Sikap menghormati hukum moralitas yang diajarkan Kant adalah salah satu wujud sikap menghormati harkat dan martabat manusia. Hanya dengan mengikuti hukum morlalitas orang akan menghormati otonomi kepribadian manusia.[12]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kajian epistemologi, Kant telah mendamaikan dua faham terbesar dalam filsafat yaitu rasional dan empiris. Menurut Kant diantara kedua faham ini adanya keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya, bahwa adanya kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran manusia yang ikut menetukan konsepsi kita tentang dunia. dalam hal ini sangatlah jelas bahwa akal budi manusia hanya dapat berfungsi apabila dihubungkan dengan pengalaman. filsafat kant disebut “filsafat kritis” karena kant tidak membenarkan rasio semata-mata dalam memahami realitas pada dirinya melainkan Kant mengungkapkan tentang keterbatasan yang dimiliki rasio hanya sampai pada dunia pengindraan.
Dalam gagasan Metafisis misalnya tentang Tuhan , esensi, substansi, hakiki, ruh, manusia dan yang lain sebagainya sulit diterima karena bersifat apriori, artinya tidak bisa dirujuk kepada pengalaman indrawi. ia tetap mempertanyakan bagaimana pengetahuan apriori tetap mungkin  dan dapat diterima. dalam pemikiran etikanya, Kant menganggap bahwa metafisika berperan sebagai penjamin moralitas.
Metode yang digunakan Kant dalam filsafat etika adalah murni apriori. Apriori disini berarti tanpa mempergunakan data-data realitas. Jadi metoda Kant adalah murni deduktif, tanpa perhatian kepada unsur-unsur pengalaman empiris. Menurut Kant, prinsip-prinsip moralitas tidak tergantung pada pengalaman sama sekali sehingga disebut murni apriori. Salah satu paham yang digunakan Kant adalah akal budi. Dan penekanan Kant terhadap kebebasan atau otonomi manusia merupakan nilai yang berupa syarat bagi kebernilaian semua nilai lainnya. Sikap menghormati hukum moralitas yang diajarkan Kant adalah salah satu wujud sikap menghormati harkat dan martabat manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Hawasi, Immanuel Kant, Jakarta: Poliyama, 2003.
Ø  Agustin, Risa, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Serba Jaya,-
Ø Abidin, Zainal, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2011 cet. I


[1] Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, h.40
[2] Dalam kamus ilmiah popular, pietisme adalah kesalehan yang berlebih-lebihan. Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Serba Jaya,-) h.414.
[3] Dalam kamus ilmiah popular, Dogma adalah pokok ajaran agama yang harus diterima dan diyakini kebenarannya; dalil ajaran; suatu pasal kepercayaan dari gereja Kristen. Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Serba Jaya,-) h.88.
[4] Hawasi, Immanuel Kant, (Jakarta: Poliyama, 2003) h. 3-7
[5] Dalam kamus ilmiah popular, Apriori adalah bersifatmasa bodoh (sebelum tahu keadaan yang sebenarnya). Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Serba Jaya,-) h.35.

[6] Ruang dan waktu bukanlah sesuatu yang obyektif: kita tidak pernah mengalami ruang dan waktu namun semua pengalaman empiris kita tentang obyek yang real selalu hadir dalam ruang dan waktu. Hawasi, Immanuel Kant, h. 13-14

[7] Hawasi, Immanuel Kant, h. 8-23
[8] Dalam kamus ilmiah popular, metafisika adalah: merupakan cabang filsafat yang membicrakan problem watak yang sangat mendasar daripada benda atau realitas yang berada dibelakangpengalaman yang langsung secara konprehensif. Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Serba Jaya,-) h.319.

[9] Hawasi, Immanuel Kant, h. 24-33
[10] Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, h.74.
[11] ‘kehendak Baik’ adalah: kehendak yang mau melakukan kewajiban, yaitu suatu pengada yang murni rohani (tidak berbadan), yang semata-mata ditentukan oleh akal budi, tidak memerlukan paham kewajiban. Hawasi, Immanuel Kant, h. 41.


[12] Hawasi, Immanuel Kant, h. 34-53.

New Posting

Halo teman-teman bloger ataupun pengunjung blog ini. posting ini baru pertama kali, untuk artikel-artikel baik itu mengenai ilmu agama maupun teknologi ataupun umum akan segera menyusul nantinya. terima kasih kepada para pengunjung blog ini semoga apa yang ada di blog ini bermanfaat untuk kita semua. Amin...

Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Cari Blog Ini